MEDAN - Abyadi Siregar, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut menyoroti pendistribusian 5.800 - an hektar lahan eks HGU yang belum tepat sasaran, Kamis (24/2/2022) sekira pagi.
Abyadi Siregar menyebutkan bahwa pendistribusian 5.800-an hektar lahan eks HGU seharusya rakyat yang menjadi prioritas, namun kenyataan dilapangan tidak demikian.
"Distribusi 5.800-an hektar lahan eks HGU, saya kira rakyat tidak menjadi prioritas. Kita tidak tau ke siapa saja 5.800 ha itu diberikan. Padahal, puluhan ribu rakyat yang sudah puluhan tahun tinggal dan sudah punya rumah permanen di lahan - lahan eks HGU, tapi tidak dapat prioritas. Distribusi lahan 5.800 ha itu, saya kira belum menyelesaikan konflik pertanahan di Sumut. Khususnya terkait tanah - tanah eks HGU. Karena faktanya, puluhan ribu masyarakat sudah punya rumah permanen di lahan - lahan eks HGU atau malah mungkin masih di lahan HGU tapi selama puluhan tahun ditelantarkan oleh PTPN, " ungkapnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut juga menyebutkan bahwa lahan - lahan yang terlantar dan tidak dijaga oleh PTPN, tentu akan dibangun oleh rakyat.
"Kenapa rakyat bisa membangun di lahan lahan itu? Tentu karena PTPN yang mengaku selaku pemiliknya, tidak menjaga lahannya. Puluhan tahun lahan itu terlantar. Di sisi lain, kebutuhan tanah untuk pemukiman oleh masyarakat semakin tinggi. Masyarakat sendiri, sesungguhnya menginginkan punya tanah di jalan Sudirman atau di ruas jalan - jalan elit lainnya di Medan. Tapi kan kemampuan masyarakat untuk membeli tanah di lokasi elit itu tidak punya. Mereka hanya mampu membeli lahan di lahan eks HGU atau malah mungkin di lahan yang (masih) diklaim PTPN sebagai asetnya, " sambungnya.
Menurut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Pemerintah harus bisa melihat dan memperhatikan situasi dilapangan, kawasan Eks HGU PTPN ll yang sudah menjadi pemukiman yang padat dan kompak mestinya harus menjadi prioritas untuk dibebaskan.
"Jadi, situasi ini mestinya yang harus jadi perhatian pemerintah. Masyarakat yang sudah memiliki rumah permanen, atau sebuah kawasan yang menjadi pemukiman yang padat dan kompak, mestinya harus menjadi prioritas untuk dibebaskan. Bukan malah para pengembang yang menjadi prioritas, " tegasnya.
Abyadi Siregar memberikan contoh beberapa wilayah yang diprioritaskan kepada pengembang yang sudah dibebaskan.
"Misalnya seperti komplek pertokoan mewah yang di dekat Unimed, Lau Dendang, Pengembang kaya raya karena mendapat fasilitas dari pemerintah dengan mendapatkan lahan HGU PTPN. Sementara rakyat yang sudah memiliki kawasan pemukiman yang padat dan kompak, tetap digantung tidak punya kejelasan, " tegasnya.
Abyadi Siregar berharap kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo agar mau mengunjungi dan memperhatikan kawasan pemukiman yang sudah padat dan kompak. Kalau tidak segera diselesaikan, kelak masalah ini akan meledak dan akan mengorbankan rakyat
"Semoga Presiden berkenan mengunjungi kawasan - kawasan pemukiman masyarakat yang sudah padat dan kompak, yang lahannya (masih) diklaim sebagai aset PTPN, Presiden harus memperhatikan masalah ini. Konflik tanah PTPN bukan hanya soal yang 5.800-an ha. Tapi konflik pertanahan eks HGU PTPN adalah kawasan - kawasan pemukiman yang padat dan kompak itu yang (masih) diklaim sebagai aset PTPN. Kalau tidak segera diselesaikan, kelak masalah ini akan meledak yang mengorbankan rakyat, kasihan rakyat itu. Termasuk para wartawan, " pungkasnya.
Diakhir statemennya, Abyadi Siregar menceritakan tentang Tim B Plus, Hasiholan Silaen yang dulu menyebutkan bahwa salah satu kawasan Eks HGU yang berpeluang besar untuk dilepas adalah kawasan yang sudah menjadi pemukiman.
"Saya masih ingat dulu kata Tim B Plus. Salah satu kawasan eks HGU yang berpeluang besar untuk dilepas adalah kawasan yang sudah menjadi kawasan pemukiman yang padat dan kompak. Rumah sudah banyak. Warga sudah ramai. Ketika itu, ketua TIm B Plus Pak Hasiholan Silaen. Waktu itu jabatannya di Pemprov adalah sebagai asisten, Tim B Plus Sumut. Yang tugasnya menyelesaikan lahan lahan eks HGU, " tutup Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut yang juga Plt Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh. (Lam)